Analisis Model Teori Organisasi Modern: Sebuah Kritik Terhadap Partai Politik agar Bertransformasi Menjadi Organisasi Modern
TEORI ORGANISASI MODERN
Aliran besar ketiga dalam teori organisasi adalah teori modern, yang kadang-kadang disebut juga analisa sistem. Teori modern adalah multidisiplin dengan sumbangan dari berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Interaksi dinamis antar proses, bagian dan fungsi dalam suatu organisasi, maupun dengan organisasi lain dan dengan lingkungan. Teori modern mengemukakan bahwa organisasi bukanlah sistem tertutup yang berkaitan dengan lingkungan yang stabil, tetapi organisasi merupakan sistem terbuka yang harus menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Teori organisasi modern dan teori sistem umum:
- Bagian-bagian (individu) dalam sistem keseluruhan dan pergerakan individu di dalam dan di luar sistem.
- Interaksi individu dengan lingkungan yang terjadi dalam sistem.
- Masalah-masalah pertumbuhan dan stabilitas sistem.
- Masalah pertumbuhan dan stabilitas sistem.
Bagian-bagian dari sistem dan saling ketergantungannya:
- sistem adalah individu dan struktur kepribadiannya yang diberikan kepada organisasi. Unsur utama kepribadian adalah motif.
- Penentuan fungsi-fungsi formal yang biasa disebut organisasi formal.
- Organisasi informal: individu mempunyai harapan untuk memuaskan kebutuhannya melalui kontaknya dengan orang lain.
- Struktur status dan peranan.
- Lingkungan fisik.
Proses hubungan dalam sistem:
- Komunikasi: mempelajari jaringan komunikasi dalam sistem.
- Konsep keseimbangan: penyeimbangan mekanisme yang dicapai dengan jalan menjaga hubungan struktural yang harmonis.
- Proses pengambilan keputusan: variabel internal dalam suatu organisasi yang tergantung pada pekerjaan-pekerjaan, harapan-harapan individu, motivasi dan struktur organisasi.
Indonesia adalah Republik Kapling menurut saya. Fenomena ini menjadi ancaman dan peluang bagi semua parpol, khususnya sembilan parpol di DPR. Partai-partai yang mengelola ide berbasis sara mulai dan akan ditinggalkan oleh konsituennya secara perlahan. Revolusi teknologi informasi telah memicu modernisasi dalam berbagai sektor kehidupan masyarakat. Kelak teknologi informasi memaksa partai eksklusif dan ortodoks menjadi modern, demokratis, dan progresif. Akibatnya, kampanye online melalui berbagai media sosial akan menjadi faktor utama perubahan pilihan atas sikap politik. Kampanye di media sosial, misalnya, telah mempengaruhi proses demokratisasi pada berbagai lapisan masyarakat. Ekosistem media sosial menjanjikan banyak ancaman dan peluang bagi semua parpol untuk memperbesar konstituen masing-masing. Potensi ancaman kehilangan konstituen akan lebih besar daripada peluang bila parpol menggunakan teknologi informasi tanpa perhitungan. Penggunaan media sosial dengan tujuan dan strategi yang jelas dalam pengelolaan isu, misalnya, akan memperluas penetrasi pemahaman pada pemilih mengambang, yang menjadi target dan kepentingan semua partai menyongsong 2014.
Sejauh ini, satu cara biasa yang dilakukan untuk menjaga konstituen adalah aktivitas sosial berupa bazar murah, pembagian sembako, penanggulangan bencana dan sebagainya di akar rumput. Saat ini, sesungguhnya aktivitas sosial banyak menimbulkan pro dan kontra di masyarakat itu sendiri. Persoalannya adalah apakah transformasi parpol di tengah masyarakat tercapai melalui berbagai aktivitas sosial? Transformasi parpol di tengah masyarakat bisa tanpa aktivitas sosial yang instan sifatnya! Sebab, masyarakat menilai bahwa aktivitas sosial seperti itu selalu kontraproduktif ketika setiap hari masyarakat mendapatkan berbagai informasi seputar perilaku koruptif para politisi. Tetapi, pembangunan citra yang efisien dan efektif di tengah masyarakat semata-mata merupakan persoalan teknis managerial, bagaimana pengurus partai di tingkat kecamatan, kabupaten/kota, propinsi, dan pusat mengelola situasi dan kondisi tertentu dari masyarakat menjadi representasi kehadairan parpol di tengah masyarakat. Sedangkan, program pendidikan politik melalui ide-ide atau isu-isu yang berkembang dalam masyarakat adalah soal strategis menyangkut eksistensi parpol sebagai agen perubahan.
Transformasi parpol —khususnya yang berkompetisi di DPR 2009-2014— budaya dan gaya manajemen lama membutuhkan perubahan, antara lain: dari loyalitas kepada kharisma individu menjadi loyalitas kepada program kerja team, dari pandangan kader berduit adalah raja menjadi pengurus dan konstituennya masing-masing adalah raja, dari pandangan sponsor pesta demokrasi dibayar oleh pengurus partai yang kaya menjadi sponsor disediakan oleh konstituen, dari orientasi hasil suara dengan (result oriented) menjadi lebih berorientasi proses demokratisasi, dari cara kerja hierarkis vertikal menjadi lebih fungsional horizontal, dari dominasi jabatan dan senioritas menjadi dominasi prestasi dan kerja keras dari setiap kader partai dan simpatisannya. Organisasi partai politik di Indonesia belum dikelola secara profesional, tidak memiliki platform yang jelas, dan terjebak pada pragmatisme kekuasaan. Akibat dari keadaan itu, parpol seperti tidak siap untuk menghadapi situasi, seperti menyerahkan daftar caleg dalam waktu yang terbatas. Padahal, dalam era multipartai sekarang ini seharusnya partai politik memiliki organisasi yang modern dan tidak hanya aktif mengadakan kegiatan menjelang pemilihan umum.
Calon anggota legislatif (caleg) seluruh partai politik (parpol) kedodoran dalam mempersiapkan persyaratan administrasi untuk menjadi caleg ke Komisi Pemilihan Umum (KPU). Terlepas suka atau tidak suka, persentase tertinggi yang memenuhi syarat dari Partai Golkar. Partai Golkar dari segi organisasi paling rapi dibandingkan dengan parpol lainnya. Sebenarnya parpol tidak 100 persen bersalah karena permintaan untuk mengisi formulir boleh dikatakan cukup mendadak, apalagi formulir yang diisi cukup banyak. Namun, di sisi lain terlihat memang ada ketidaksiapan dari para caleg untuk mengisi formulir. Ada yang belum diteken oleh ketua umumnya, juga ada problem internal, seperti di Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Kasus-kasus ini menunjukkan bahwa organisasi kepartaian memang seperti organisasi tukang ojek yang sangat tradisional dan tidak profesional. Sampai ada beberapa partai yang tidak memenuhi syarat. Ini sangat menyedihkan. Kalau partai-partai di Indonesia ingin menuju ke partai modern, parpol jangan hanya muncul pada saat pemilu, melainkan organisasinya benar-benar terstruktur secara rapi, baik provinsi maupun kabupaten/kota.
Apa yang dilakukan KPU dengan penelitian faktual partai politik menunjukkan bahwa sebagian besar dari partai yang ikut pemilu adalah partai kagetan. Bahkan, ada yang kantornya fiktif. Ini menunjukkan partai kita belum menjadi organisasi modern. Kalau partai ingin dijadikan partai modern, yang penting adalah penyelesaian masalah keuangan partai yang selalu menjadi masalah. Sumber dana berupa iuran partai sudah harus digalakkan sebagai sumber pendanaan yang sah. Ini untuk mencegah, misalnya, bakal caleg yang sampai dipungut biaya formulir sampai Rp 5 juta. Belum lagi problem sumbangan bakal caleg yang sampai ratusan juta rupiah. Kalau ini terus berlangsung, kita tidak memiliki lembaga perwakilan rakyat yang benar- benar akan berjuang untuk aspirasi rakyat karena mereka harus balik modal. Karena itu, partai harus memiliki sumber dana yang cukup baik selain dari anggotanya. Mencoba mengingatkan kembali usul yang pernah dilontarkan ketika membahas Undang-Undang (UU) Partai Politik dulu bahwa sebaiknya parpol diperbolehkan memiliki badan usaha sehingga parpol punya dana internal partai dan punya dana abadi. Walaupun demikian, tetap dibutuhkan perundang- undangan dan sistem pengauditan yang sangat baik untuk mencegah praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, di mana partai berkuasa memenangkan perusahaan partai itu. Parpol agar menjadi partai modern juga harus lebih siap dengan program ketimbang dengan hanya mengandalkan basis konstituen yang dihitung dengan kedekatan primordialisme. Bkan bermaksud promosi, tetapi berdasarkan pengamatan saya, Partai Golkar itu contoh partai yang terbaik. Dia tidak bergantung pada siapa yang menjadi pemimpin. Golkar berdasarkan pencapaian, bukan keturunan.
Fungsi partai-partai juga berjalan bukan hanya menjelang pemilu. Artinya, fungsi agregasi, artikulasi, dan sarana pengendali konflik berjalan bukan hanya menjelang pemilu, tetapi harus benar-benar dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Saat ini yang menyedihkan partai bukannya menjadi pengendali konflik, tetapi malah menjadi sumber konflik di internal mereka atau antarpartai. Maka, tidak heran kalau ada perkiraan pemilu akan berdarah-darah, Partai-partai yang ada tidak mempunyai platform yang jelas untuk menjawab berbagai persoalan bangsa. Elite partai terjebak pada pragmatisme kekuasaan. Mereka ingin cepat untuk menggapai kekuasaan. Masalah yang muncul dalam pemenuhan persyaratan caleg di KPU menunjukkan parpol yang belum memenuhi syarat adalah partai manja dan cengeng. Padahal, persyaratan itu kan sudah ada UU Pemilu yang juga disusun parpol juga. Jadi, sejak awal seharusnya mereka sudah tahu. Mengingat semangat partai di Indonesia adalah mempertahankan kekuasaan, hal-hal yang kelihatan sepele diabaikan. Padahal, kalau kita bicara demokrasi, itu dimulai dengan prosedural sebelum memasuki substansial. Makanya, mengherankan kalau soal itu tidak bisa diselesaikan sehingga parpol menjadi manja.
Untuk menjadi partai yang modern, mestinya visi dan platform politik masing-masing partai jelas supaya konstituen atau pemilih tidak di-faiht accomply dengan figur dan tanda gambar saja. Kita mesti jelas dengan yang diperjuangkan untuk kepentingan masyarakat kita. Demikian pula dalam soal organisasi. Hal itu mestinya juga mencerminkan tuntutan masyarakat. Masyarakat menuntut parpol lebih responsif dan akuntabel. Itu yang tidak ditunjukkan dalam tingkah laku, baik dalam konteks pencalonan dan dalam konteks pemenuhan sasaran UU Pemilu. Masalah seperti itu terjadi juga karena parpol masih memandang masyarakat bisa dibodohi, dimanfaatkan, tanpa mesti bertanggung jawab. Tanpa mesti punya komitmen etis, apa yang semestinya diperbuat partai. Dalam pemilu itu lagi-lagi masyarakat memilih atas dasar sentimen kultural, agama, ketokohan yang sesungguhnya manipulatif karena populer belum tentu berkualitas.
PENUTUP
- Kesimpulan
Undang-Undang tentang Partai Politk mengatur syarat pembentukan partai politik, perubahan AD dan ART, asas dan ciri, tujuan dan fungsi, hak dan kewajiban partai politik, keanggotaan dan kedaulatan anggota, organisasi dan tempat kedudukan, pengambilan keputusan, rekrutmen politik, peraturan dan keputusan partai politik, pendidikan politik, penyelesaian perselisihan partai politik, keuangan, larangan, pembubaran dan penggabungan partai politk dan pengawasan. Pengaturan yang cukup lengkap tersebut tidak dengan sendirinya meningkatkan kualitas partai politik. Peningkatan kualitas partai politik dapat diwujudkan bila partai politik terkonsolidasi dengan baik. Setidak-tidaknya kepemimpinnya di semua tingkatan cukup kuat, struktur organisasinya mantap, kader-kadernya handal dan mekanisme demokrasi dalam tubuh partai berjalan dengan baik. Sudah tentu dukungan sumber daya yang memadai diperlukan untuk membangun organisasi partai politik yang efektif. Secara fungsional partai politik dapat dikatakan meningkat kualitasnya apabila partai politik semakin mampu melaksanakan fungsinya sebagai sarana pendidikan politk, penciptaan iklim yang kondusif bagi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia untuk kesejahteraan masyarakat, penyerap, penghimpun dan penyalur aspirasi politik masyarakat, partisipasi politik dan rekrutmen politik. Outcome yang diharapkan adalah stabilitas kehidupan politik dan semakin berkembangnya demokrasi.
Dewasa ini kepercayaan rakyat kepada partai politik menurun, karena partai politik merupakan bagian dari permasalahan ketimbang bagian dari solusi untuk memecahkan permasalahan krusial yang dihadapi bangsa Indonesia seperti masalah kemiskinan, pengangguran, pendidikan, jaminan sosial, infrastruktur perekonomian, konflik horizontal/vertikal di beberapa daerah yang dapat mengancam keutuhan NKRI dan menurunnya peranan Indonesia dalam percaturan politik internasional. Bahkan akhir-akhir ini partai politik sering menyuguhkan tontonan yang tidak bisa dijadikan tuntunan dalam menegakkan prinsip-prinsip demokrasi. Partai politik dibelenggu oleh hukum besinya oligarhi dan focus pada upaya memperoleh, mempertahankan dan menggunakan kekuasaan untuk kepentingan politiknya : Doktrin Benjamin Disraeli seperti dikutip Whitman (2003:80) menyatakan “Real politics are the possession and distribution of power“ tampaknya sangat relevan dengan kondisi kepartaian di Indonesia. Partai politik berebut untuk menggeggam kekuatan dan distribusi kekuasaan dijadikan salah satu sarana bargaining politik. Partai politik memang perlu membenahi rumah tangganya. Partai politik perlu melakukan konsolidasi organisasi, konsolidasi kader, konsolidasi demokrasi internalnya dan konsolidasi program agar lebih aspirasif dan aplikatif. Sementara itu Undang-undang Partai Politik akan memberi sumbangan berharga untuk peningkatan kualitas partai politik di masa mendatang, apabila undang-undang tersebut dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen.
Partai politik diharapkan tidak hanya sibuk menjelang pemilihan umum atau kongres/musyawarah/muktamar partai politik yang bersangkutan, tetapi secara nyata memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD Negara R.I Tahun 1945. Partai politik yang berfungsi secara efektif akan selalu bersama rakyat, berjuang untuk kesejahteraan rakyat. Dengan kata lain, sudah saatnya parpol tidak berkutat jalan ditempat menjadi organisasi klasik ditengah masyarakat yang modern. Akan tetapi, parpol harus bertransformasi menjadi organisasi yang modern. Kenapa ?
- Organisasi Klasik memusatkan pandangan pada analisa dan deskripsi organisasi sedangkan Organisasi Modern menekankan pada perpaduan & perancangan sehingga terlihat lebih menyeluruh.
- Organisasi Klasik membicarakan konsep koordinasi, scalar, dan vertical sedangkan Organisasi Modern lebih dinamis, sangat komplek, multilevel, multidimensi dan banyak variable yang dipertimbangkan.
- Saran
Hal-hal yang dapat dilakukan dalam upaya meningkatkan transformasi parpol di berbagai bidang kepentingan masyarakat, khususnya mengenai aksesisibilitas terhadap teknologi informasi di tingkat kepengurusan ranting, cabang dan dan daerah adalah sebagai berikut.
- Pertama, pemilihan ketua yang tepat, transparan, obyektif, dan lepas dari berbagai money politics. Perlu dilakukan fit and proper test dengan mekanisme pemaparan program kerja yang matching antara tuntutan transformasi partai dan dinamika kebutuhan konstituen. Dalam hal ini kita patut memberikan credit point kepada Munas II PKS tahun 2010 yang menggunakan ide ”Partai untuk Semua” untuk mencari solusi atas berbagai tekanan dari rekanan koalisinya di pemerintahan 2009-2014.
- Kedua, ada kontrak manajemen aspirasi antara pengurus partai yang menjadi anggota legislatif dan konstituen yang terukur dan berbatas waktu, misalnya dua tahun dan ditinjau tiap satu tahun. Bila kinerja tak sesuai selama dua tahun berturut-turut, maka anggota legislatif yang bersangkuntan harus mundur, kecuali pada kondisi tertentu. Tinjauan dilakukan oleh suatu komite yang beranggotakan orang-orang yang kredibel dan ahli di bidangnya.
- Ketiga, jika segenap pengurus dan simpatisan parpol sependapat bahwa faktor ide dan SDM merupakan penentu keberhasilan transformasi parpol menjadi lebih besar porsinya di DPR tahun 2014-2019, seluruh pengurus dan kader parpol harus mendapatkan pendidikan dan pelatihan untuk pengembangan lebih lanjut. Dalam hal ini, Dewan Pimpinan Pusat masing-masing parpol sebagai shareholder dari semua Kepengurusan Pimpinan Ranting Parpol, Kepengurusan Pimpinan Cabang Parpol, dan Kepengurusan Pimpinan Daerah Parpol dapat berperan seperti inkubator di mana kinerja atau prestasi para pimpinan partai dari berbagai tingkatan dipantau, yang potensial dapat diberi perhatian khusus dalam rangka mengembangkan ide dan program demi meningkatkan jumlah simpatisan dan konstituen idelogis dan pragmatis.
- Keempat, program diklat berkala bagi semua posisi biro strategis melalui analisis SWOT sehingga teridentifikasi kepentingan parpol dan kebutuhan konstituen.
Jadi, kunci sukses transformasi parpol di tengah masyarakat adalah sumber daya manusia (SDM). SDM yang familiar pada aplikasi teknologi informasi sekaligus berkompeten dan berintegritas akan mentransformasi parpol menjadi organisasi modern. Ciri utama organisasi modern adalah landasannya lebih berbasis pada pengetahuan (intellectual capital) ketimbang aset fisik (physical capital) yang lamban. Tentu saja, pengetahuan itu berguna bagi pendidikan dan pengembangan masyarakat dalam berbagai sektor.
DAFTAR RUJUKAN
Cahayani, Ati.2003.”Dasar-Dasar Organisasi dan Manajemen”.Jakarta:PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Suhardi Mukhlis, Drs, M.Si. 2005. ”Teori Organisasi Publik dan Organisasi dan Manajemen Pemerintahan”, dikutip dari http://blog.unila.ac.id/rone/mata-kuliah/semester-2/teori-organisasi-dan-manajemen/
Yosep, Lelo. 2010. “Ruang Politis Media Sosial di Indonesia”. Diakses melalui http://jose.blog.binusian.org/xmlrpc.php pada 11 Januari 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar