Powered By Blogger

Sabtu, 12 Februari 2011

KEPEMIMPINAN DALAM PSSI

Kepemimpinan Transformasional Pada Lembaga Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI)


PSSI (Persatuan Sepakbola seluruh Indonesia ) yang dibentuk 19 April 1930 di Yogyakarta. Sebagai organisasi olahraga yang dilahirkan di Zaman penjajahan Belanda, Kelahiran PSSI betapapun terkait dengan kegiatan politik menentang penjajahan. Jika meneliti dan menganalisa saat- saat sebelum, selama dan sesudah kelahirannya, sampai 5 tahun pasca Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, jelas sekali bahwa PSSI lahir, karena dibidani politisi bangsa yang baik secara langsung maupun tidak, menentang penjajahan dengan strategi menyemai benih – benih nasionalisme di dada pemuda-pemuda Indonesia. Perkembangan PSSI saat ini,  ajang sepakbola nasional terus berkembang walaupun perkembangan dunia persepakbolaan Indonesia ini mengalami pasang surut dalam kualitas pemain, kompetisi dan organisasinya. Akan tetapi olahraga yang dapat diterima di semua lapisan masyarakat ini tetap bertahan apapun kondisinya. PSSI sebagai induk dari sepakbola nasional ini memang telah berupaya membina timnas dengan baik, menghabiskan dana milyaran rupiah, walaupun hasil yang diperoleh masih kurang menggembirakan. Hal ini disebabkan pada cara pandang yang keliru. Untuk mengangkat prestasi Timnas, tidak cukup hanya membina Timnas itu sendiri, melainkan juga dua sektor penting lainnya yaitu kompetisi dan organisasi, sementara tanpa disadari kompetisi nasional kita telah tertinggal. Padahal di era sebelum tahun 70-an, banyak pemain Indonesia yang bisa bersaing di tingkat internasional sebut saja era Ramang dan Tan Liong Houw, kemudian era Sucipto Suntoro dan belakangan era Ronny Pattinasarani.
Belakangan, masyarakat Indonesia berseru menuntut diturunkannya Nurdin Halid dari kursi Ketua PSSI. Masalah apa yang sebenarnya terjadi ? apakah sudah terlalu buruk kepemimpinan Nurdin Halid dalam PSSI ? hal itu sudah menjadi rahasia umum. Terlepas dari gegap gempita piala AFF yang baru saja berlangsung, Saya ingin sedikit menulis tentang PSSI dan timnas sepakbola Indonesia. Ini masih berhubungan dengan pertandingan yang uji coba menghadapi Uruguay. Pertandingan itu sendiri diakhiri dengan kekalahan telak Indonesia 1-7. Saya lebih ingin mengomentari PSSI. Yah kita semua tahu PSSI memang bobrok di bawah Ketua Umum yg ‘residivis’ koruptor tak tahu malu itu. Mau tidak mau begitu terdengar kabar PSSI berencana mencalonkan diri jadi tuan rumah Piala Dunia dan kemudian mengundang Uruguay, Brazil, Pantai Gading juga rencananya mendatangkan Chelsea saya menangkap ada udang di balik batu. Udang di balik batu bagaimana? Begini, menurut saya PSSI sedang berusaha melakukan semacam politik pencitraan. Ya, untuk menutupi bobroknya mereka akhirnya mereka menghadirkan sesuatu yang disukai penonton. Apa yang disukai penonton? Bintang kelas dunia di layar TV atau kalau bisa di stadion Indonesia. Ya tindakan itu dibuat untuk menutupi bobrok PSSI. Apa bobrok PSSI? Timnas yang kurang mumpuni akibat liga yang tidak terkonsep dengan jelas. Kalau liga rapi, baik dan terkonsep dengan jelas timnas juga bakal mantap. Berbicara tentang liga, PSSI sampai sekarang saya lihat tidak ada niatan untuk memperbaikinya. Pemain asing masih membanjiri liga. Dan kebayakan dari mereka berada di posisi penting macam striker dan bek tengah. Transfer pemain, yang merupakan sumber pemasukan klub di liga-liga professional negara lain, tidak ada di Indonesia. Bagaimana mau ada transfer pemain lha wong pemain dikontrak semusim. Tiap awal musim pemain ‘melamar’ ke klub lain atau ditawari masuk ke klub lain. Akibatnya ya klub sampai sekarang tidak bisa mandiri, kecuali yang memang niat mau mandiri layaknya Persib dan Arema. Banyaknya pemain asing nalar saya berkata gini, tiap tahun pemain asing berdatangan masuk. Itu pasti karena modelnya pemain dikontrak satu tahun saja. Pemain asing yang masuk tentu harus mendapat semacam izin. Nah ini kan bisa jadi ladang uang bagi PSSI dalam hal pengurusan izin pemain asing. Belum lagi agen pemain asing juga sepertinya memberi ‘upeti’ pada PSSI. Prasangka buruk ? Tidak juga karena agen pemain yang diizinkan PSSI hanya beberapa. Nah untuk mendapat izin resmi dari PSSI tentu ada fee yang dibayar kan? Nah itulah kenapa pemain asing oleh PSSI tetap dibiarkan banyak. Akibat pemain asing banyak ya akhirnya pemain lokal terpinggirkan. Lemahnya liga juga terlihat dengan ‘kalahnya’ PSSI oleh Djarum sebagai sponsor liga. Bayangkan, kasta liga teratas yang selama ini kita kenal sebagai Divisi Utama dengan nama Liga Indonesia, mendadak berganti nama menjadi Liga Super Indonesia dengan sponsor utama Djarum. Ada yang aneh? Buat para perokok pasti sadar, Super itu kan salah satu produk Djarum. Ada rokok produksi Djarum yang bernama Djarum Super. See? Untuk nama liga saja PSSI kalah oleh sponsor. Harusnya kalau sampai liga berganti nama sesuai nama sponsor PSSI menerima banyak uang. Dan uang itu harusnya untuk subsidi ke klub. Namun, menurut PSSI uang yang diterima tidak besar. Hanya 37,5 M per musim di dapat dari Djarum. Coba bayangkan? Betapa kacaunya PSSI. Belum lagi hak siar. Konon antv selaku pemegang lisensi penyiaran Liga Super Indonesia membeli hak siar Rp. 100 M untuk jangka waktu 10 tahun. Artinya tiap tahun antv cukup bayar 10 M saja. 10 M itu menurut artikel yang saya baca adalah jumlah yang sangat sedikit. Bukti kegagalan PSSI. Kalau potensi keuangan dari hak siar bisa tergali seharusnya bisa digunakan untuk subsidi klub.
Nah untuk menutupi bobroknya itu PSSI mencoba mengalihkan perhatian rakyat pecinta bola Indonesia dengan sesuatu yang lain. Daripada ribet ngurusi liga mending ngurusi tontonan. Undang lawan yang ngetop sekalian. Kalah itu pasti, tapi supporter tidak mungkin protes. Kasih aja alasan ‘beda kelas, ini sarana yang baik untuk timans belajar’. Suporter pasti tetep nerimo dan duit tetep masuk. Licik banget kan? Memang biaya mendatang Suarez dkk amat mahal tapi saya yakin dengan tiket masuk Rp 75.000 – Rp 2 juta yang dijual PSSI ditambah penjualan hak siar serta sponsor saya yakin PSSI sudah balik modal dan malah untung. Kemudian rencana PSSI mengajukan Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia beberapa waktu yang lalu. Ini juga sangat mencurigakan. Untungnya gagal. Selain setuju dengan pengamat yang mengatakan PSSI cuma ingin instan saya juga sangat yakin motif ekonomi juga berperan di sini. Bayangkan berapa uang yang bakal diterima PSSI dari FIFA dan pemerintah jika Indonesia jadi tuan rumah. Sangat Besar. Masalah penampilan timnas? Tidak masalah. Toh paling rakyat juga maklum Indonesia kalah. Saya melihatnya begitu. Besarnya harapan  masyarakat akan prestasi sepak bola indonesia tampaknya tidak dapat diimbangi dengan kinerja PSSI sebagai penyelenggara persepakbolaan di Indonesia, hal ini dapat di lihat juga dari buruknya manajemen PSSI dalam membawa sepak bola Indonesia menuju olah raga prestasi. Buruknya manajemen PSSI dapat kita lihat bagaimana PSSI tidak dapat menangani pendistribusian penjualan tiket piala AFF. Berbagai macam keluhanpun disampaikan masyarakat terkait pejualan tiket pertandingan sepakbola piala AFF, mulai dari buruknya pelayanan sampai kegagalan PSSI dalam mendistribusikan tiket kemasyarakat yang tak jarang akhirnya berakhir dengan kericuhan. Kegagalan pendistribusian ini bukan pertama kalinya terjadi tetapi PSSI tampaknya tidak dapat belajar dari pengalaman. Hal ini sungguh sangat memalukan karena PSSI merupakan penyelenggara sepakbola di negeri ini yang seharusnya sudah berpengalaman. Kegagalan PSSI juga terlihat dari cara PSSI dalam menyelenggarakan pertandingan liga sepak bola di indonesia. Dari tahun ketahun PSSI selalu mengahadapi kendala dalam penyelenggaraan liga , mulai dari liga yang gonta-ganti dari 2 wilayah  dan 1 wilayah, buruknya kinerja wasit, kerusuhan antar suporter, hingga perselisihan dengan sejumlah klub. Baru-baru ini klub yang berselisih dengan PSSI adalah psm makasar yang merasa hukuman yang diberikan oleh PSSI kepada mereka atas kerusuhan yang terjadi ketika psm behadapan dengan semen padang tidak fair karena PSSI tidak memberikan psm untuk melakukan banding. Karena perselisihan ini psm mengajukan pengunduran dirinya dari pagelaran Indonesia Super Legue (ISL) dan mungkin berencana bergabung dengan IPL (Indonesia Premier Legue) yang merupakan liga “tandingan”  untuk ISL yang akan bergulir januari 2011 nanti. Hadirnya IPL yang merupakan liga tandingan dari ISL merupakan bentuk kekecewaan dari beberapa kalangan yang merasa PSSI gagal dalam menyelenggarakan pertandingan sepakbola yang bagus dan bermutu. Dari semua  masalah yang ada menunjukan bahwa ada masalah dalam penyelenggaraan sepakbola kita dan PSSI seharusnya memperbaiki diri dalam penyelenggaraan dan menampilkan liga yang bemutu dan membawa sepak bola kita lebih beprestasi.
Jadi menurut saya kita jangan sampai terkecoh dengan politik PSSI. Bolehlah kita bergembira atas kedatangan tim level atas tapi jangan lupa mengkritisi PSSI. Jangan sampai kita terlena dan malah melupakan liga yang sebenarnya merupakan elemen penting dalam membentuk timnas yang solid. Dan saya salut luar biasa dengan supporter Indonesia yang tetap sportif meskipun Indonesia dibantai dan mengkritisi Ketua Umum PSSI dengan meneriakan chant ‘Nurdin Mundur’. Memang mundurnya Nurdin dari jabatan Ketua Umum PSSI bukan solusi tapi ini adalah salah satu jalan untuk menuju PSSI yang lebih bagus dengan merestart kepemimpinan yang bobrok itu.
Dengan Kepemimpinan yang seperti apa ?
Jenis kepemimpinan apa yang cocok di tengah situasi Indonesia yang masih serba terbelakang dan miskin prestasi, sampai-sampai bangsa Indonesia sulit mencari pemimpin yang ideal, bahkan Indonesia dikategorikan negara dengan krisis kepemimpinan. Saya mencoba menggambarkan karakteristik pemimpin yang dibutuhkan bangsa Indonesia untuk mengubah situasi kondisi yang ada sekarang, yaitu jenis kepemimpinan transformasional dan visioner. Dengan demikian bangsa Indonesia tidak akan salah pilih dalam menentukan pemimpinnya di tingkat nasional maupun daerah. Kepemimpinan transformasional merupakan sebuah proses di mana para pemimpin dan pengikut saling menaikkan diri ketingkat moralitas dan motivasi yang lebih tinggi. Para pemimpin transformasional mencoba menimbulkan kesadaran para pengikut dengan menyerukan cita-cita yang lebih tinggi dan nilai-nilai moral seperti kemerdekaan, keadilan dan kemanusiaan, bukan didasarkan atas emosi seperti keserakahan, kecemburuan atau kebencian. Kepemimpinan transformasional berkaitan dengan nilai-nilai yang relevan bagi proses pertukaran (perubahan), seperti kejujuran, keadilan dan tanggung jawab yang justru nilai seperti ini hal yang sangat sulit ditemui di Indonesia.
Pemimpin-pemimpin di Indonesia sekarang lebih banyak sebagai pemimpin transaksional saja, dimana jenis kepemimpinan ini memotivasi para pengikut dengan mengarahkannya pada kepentingan diri pemimpin sendiri, misalnya para pemimpin politik melakukan upaya-upaya untuk memperoleh suara. Jenis pemimpin transaksional ini sangat banyak di Indonesia, hal ini bisa kita perhatikan pada saat menjelang PEMILU dimana rakyat dicekoki dengan berbagai janji setinggi langit agar pemimpin tersebut dipilih oleh rakyat, bahkan ada yang disertai dengan imabalan tertentu (money politic). Namun sungguh disayangkan ketika pemimpin tersebut terpilih ternyata sangat banyak janji ketika pemilu tidak bisa direalisasikan.
Seorang pemimpin transformasional dapat diukur dalam hubungannya dengan efek pemimpin tersebut terhadap para pengikutnya. Para pengikut seorang pemimpin transformasional merasa adanya kepercayaan, kekaguman, kesetiaan dan hormat terhadap pemimpin tersebut dan mereka termotivasi untuk melakukan lebih daripada yang awalnya diharapkan terhadap mereka. Seorang pemimpin transormasional memotivasi para pengikut dengan membuat mereka lebih sadar mengenai pentingnya hasil-hasil pekerjaan, mendorong mereka untuk lebih mementingkan organisasi atau negara daripada kepentingan diri sendiri dan mengaktifkan (menstimulus) kebutuhan-kebutuhan mereka yang lebih tinggi. Kepemimpinan transformasional mencakup tiga komponen, yaitu kharisma, stimulasi intelektual, dan perhatian yang diindividualisasi. Kharisma dapat didefinisikan sebagai sebuah proses dimana seorang pemimpin mempengaruhi para pengikut dengan menimbulkan emosi-emosi yang kuat dan identifikasi dengan pemimpin tersebut. Stimulasi intelektual adalah sebuah proses dimana para pemimpin meningkatkan kesadaran para pengikut terhadap masalah-masalah dan mempengaruhi para pengikut untuk memandang masalah-masalah dari prespektif yang baru. Perhatian yang diindividualisasi termasuk memberikan dukungan, membesarkan hati dan memberi pengalaman-pengalaman tentang pengembangan diri kepada pengikut.
Terkait dengan kajian saya mengenai PSSI. Kepemimpinan jenis inilah yang dibutuhkan saat ini .Bagaimana dapat mencapai kepemimpinan seperti itu ? Terdapat empat faktor untuk menuju kepemimpinan tranformasional, yang dikenal sebutan 4 I, yaitu : idealized influence, inspirational motivation, intellectual stimulation, dan individual consideration.
  1. Idealized influence: Ketua PSSI merupakan sosok ideal yang dapat dijadikan sebagai panutan bagi guru bawahannya, dipercaya, dihormati dan mampu mengambil keputusan yang terbaik untuk kepentingan persepakbolaan nasional.
  2. Inspirational motivation: Ketua PSSI dapat memotivasi seluruh guru dan karyawannnya untuk memiliki komitmen terhadap visi organisasi dan mendukung semangat tim dalam mencapai tujuan-tujuan pengembangan sepakbola nasional.
  3. Intellectual Stimulation: Ketua PSSI dapat menumbuhkan kreativitas dan inovasi di kalangan bawahannya dengan mengembangkan pemikiran kritis dan pemecahan masalah untuk menjadikan sepakbola nasional ke arah yang lebih baik.
  4. Individual consideration: Ketua PSSI dapat bertindak sebagai pelatih dan penasihat bagi bawahannya.
Berdasarkan hasil kajian literatur yang dilakukan, Northouse (2001) menyimpulkan bahwa seseorang yang dapat menampilkan kepemimpinan transformasional ternyata dapat lebih menunjukkan sebagai seorang pemimpin yang efektif dengan hasil kerja yang lebih baik. Oleh karena itu, merupakan hal yang amat menguntungkan jika Ketua PSSI dapat menerapkan kepemimpinan transformasional di lembaga PSSI. Karena kepemimpinan transformasional merupakan sebuah rentang yang luas tentang aspek-aspek kepemimpinan, maka untuk bisa menjadi seorang pemimpin transformasional yang efektif membutuhkan suatu proses dan memerlukan usaha sadar dan sunggug-sungguh dari yang bersangkutan. Strategi dalam menerapkan kepemimpinan transformasional di PSSI, yakni sebagai berikut:
1.      Berdayakan seluruh bawahan untuk melakukan hal yang terbaik untuk organisasi
  1. Berusaha menjadi pemimpin yang bisa diteladani yang didasari nilai yang tinggi
  2. Dengarkan semua pemikiran bawahan untuk mengembangkan semangat kerja sama
  3. Ciptakan visi yang dapat diyakini oleh semua orang dalam organisasi
  4. Bertindak sebagai agen perubahan dalam organisasi dengan memberikan contoh bagaimana menggagas dan melaksanakan suatu perubahan
  5. Menolong organisasi dengan cara menolong orang lain untuk berkontribusi terhadap organisasi

DAFTAR RUJUKAN
Romy Putra, 2010, Buruknya Manajemen PSSI, dikutip dari http://romyputra.wordpress.com/xmlrpc.php
Anonymous, 2008, Kepemimpinan Transformasional dan Visioner, dikutip dari http://ayobangkitindonesiaku.wordpress.com/xmlrpc.php
John Hall, et.al. 2002. Transformational Leadership: The Transformation of Managers and Associates. on line : www.edis.ifas.ufl.edu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar